SEMINAR RABUAN Promoting Work-Life Balance: Worksite Health Promotion Challenges and Strategies

Menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan sosial bukanlah hal yang mudah, di mana mayoritas waktu dihabiskan untuk bekerja dan mengorbankan hari libur kita demi menyelesaikan pekerjaan. Tapi tahukah teman-teman bahwa menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan sosial itu sangatlah penting untuk menjaga produktivitas dan menjaga kesehatan fisik maupun mental? Dalam menjawab tantangan ini Departemen Perilaku Kesehatan, Lingkungan, dan Kedokteran Sosial mengadakan seminar rabuan yang bertema Promoting Work-Life Balance: Worksite Health Promotion Challenges and Strategies pada hari Rabu, 28 September 2022 pukul 10:00 – 12:00 WIB via Zoom Meeting dan Live Streaming melalui YouTube.

Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., SpOG(K), PhD (Rektor Universitas Gadjah Mada) mendeskripsikan bagaimana kebijakan work-life balance,  yang didefinisikan sebagai kondisi di mana karyawan dapat membagi waktu dan energi antara pekerjaan dan aspek kehidupan secara optimal, diimplementasikan di perguruan tinggi.  Melalui program Health Promoting University, Universitas Gadjah Mada mengupayakan budaya kerja yang sehat melalui beberapa program, diantaranya pengembangan spot-spot untuk aktivitas bersama dan healing, peningkatan awareness kesehatan jiwa, dan pembentukan mental health first aider sebagai relawan kesehatan mental mahasiswa. Selain itu, beberapa fakultas juga telah mengembangkan family-wellness center dan fasilitas child care untuk mengakomodasi kebutuhan karyawan dalam merawat keluarga. Pada hari-hari tertentu, beberapa fakultas memberikan waktu luang bagi karyawan untuk melakukan hobi/aktivitas fisik sebelum memulai pekerjaan.

Merespon mengenai kebijakan work-life balance di Indonesia, dosen dan peneliti Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Tri Wulida Afrianty, S.Sos., M.Si., M.HRM., Ph.D.,  menekankan bahwa tidak semua kebijakan dapat diterapkan sama dalam berbagai kondisi tempat kerja. Dibutuhkan penilaian kebutuhan yang komprehensif untuk memformulasikan kebijakan work-life balance yang sesuai. Beberapa kebijakan work-life balance yang diimplementasikan di Indonesia berupa penyediaan opsi bekerja yang fleksibel, cuti, dukungan dalam merawat anggota keluarga, hingga dukungan untuk melakukan kegiatan spiritual/keagamaan. Untuk memastikan implementasi kebijakan secara efektif, family supportive supervisor behavior juga perlu ditingkatkan untuk mengidentifikasi dan mendukung terwujudnya kondisi work-life balance bagi karyawan.

Dr. Supriyati, S.Sos., M.Kes. sebagai perwakilan dari Perkumpulan Promotor dan Pendidik Kesehatan Indonesia (PPPKMI) mengamini pentingnya eksplorasi kebutuhan karyawan sebelum mengembangkan kebijakan dan program work-life balance. Hal ini dikarenakan peran dan tanggung jawab individu akan berkontribusi pada kesulitannya dalam mengimplementasikan budaya work-life balance. Namun,  aspek lain yang tidak kalah penting adalah komitmen dari pimpinan, diantaranya dengan mengimplementasikan kebijakan, menyediakan alokasi dana dan sistem serta meningkatkan kapasitas tenaga kerja untuk mendukung terwujudnya  work-life balance.

Berkaca pada kondisi di Indonesia, Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan, Dinas Kesehatan DIY,  M. Agus Priyanto, SKM., M.Kes. memaparkan bahwa masih dibutuhkan banyak upaya untuk mencapai kondisi ideal. Saat ini, peraturan menuntut PNS untuk bekerja dengan rata-rata 7,7 jam per hari. Namun, dalam kenyataannya, beban kerja yang padat mengharuskan mereka untuk bekerja lebih lama, terutama bagi mereka yang memiliki kompetensi yang lebih baik. Di sisi lain, terdapat pula kekhawatiran terhadap penyalahgunaan kebijakan, misalnya saat pekerja tidak melakukan pekerjaan saat seharusnya bekerja dan lain-lain. Pemahaman terhadap work-life balance perlu ditingkatkan untuk menghindari hal ini. Selain itu, sebuah sistem perlu dibangun secara kolaboratif agar work-life balance menjadi mainstream dan tercapai kondisi yang lebih ideal.

Sebagai kesimpulan, work-life balance merupakan konsep yang cukup kompleks untuk diterapkan, namun bukan berarti tidak mungkin untuk dicapai. Diperlukan penilaian kebutuhan yang komprehensif, kolaborasi serta kesadaran yang baik dari pimpinan maupun pekerja untuk mencapai kondisi yang ideal dalam mendorong terwujudnya work-life balance di Indonesia. (Fitrina M. Kusumaningrum, SKM., MPH, dr. Hayu Qaimamunazzala, MPH, Ari Prayogo Pribadi, Ph.D, Latika Putri Barliani)

Link playback seminar rabuan: https://youtu.be/h2RVf196cHI