Press Release Seminar Rabuan – Pelayanan Publik yang Ramah Disabilitas

Kesetaraan dan pemerataan layanan publik haruslah menjangkau semua orang, ras, dan kelompok yang berbeda. Sayangnya, perhatian terhadap kebutuhan penyandang disabilitas masih sering terabaikan. Ketimpangan dalam pelayanan publik, minimnya fasilitas fisik pendukung, dan hal lain yang berhubungan dengan masalah sosial budaya termasuk stigmatisasi dan diskriminasi masih dirasakan oleh kelompok masyarakat penyandang disabilitas di Indonesia. Semua sektor pelayanan publik seyogyanya menerapkan layanan yang ramah penyandang disabilitas, tak terkecuali sektor kesehatan dan pendidikan.

Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM (FK-KMK UGM) menyelenggarakan webinar dengan tema “Pelayanan Publik yang Ramah Disabilitas”, pada hari Rabu (16/12). Acara dimoderatori oleh Prof. Dra. Yayi Suryo Prabandari, M.Si, PhD, dosen Departemen Perilaku Kesehatan, Lingkungan, dan Kedokteran Sosial. Webinar ini menghadirkan tiga pembicara , yaitu Marlita Putri Ekasari, S.Farm., Apt., M.P.H., dosen Departemen Farmasetika, Fakultas Farmasi, UGM,  Wuri Handayani, S.E., Ak., M.Si., M.A., Ph.D dosen Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UGM dan Ir. Sentagi Sesotya Utami, S.T., M.Sc., Ph.D, dosen Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika, UGM.

Pada tahun 2010, diperkirakan angka prevalensi gangguan penglihatan di seluruh dunia  sebanyak 285 juta orang, 80% diantaranya dari negara low-middle-income. Angka ini terus meningkat hingga pada tahun 2019 terdapat 2.2 miliar penduduk yang mengalami gangguan penglihatan. Dalam sesi yang berjudul “Layanan Farmasi bagi Difabel Netra” Marlita mengingatkan bahwa kelompok tersebut membutuhkan aksesibilitas yang komprehensif untuk memperoleh layanan kesehatan. Mereka memiliki keterbatasan untuk menceritakan kondisi kesehatannya dan memperoleh informasi secara lengkap. Hal ini sangat dirasakan pada layanan kefarmasian, dimana obat umumnya memiliki bentuk dan kemasan yang sama dan hanya dibedakan oleh warna atau tulisan pada label. Diperlukan perhatian lebih untuk memastikan bahwa pasien tuna netra dapat memahami informasi obat seperti efek samping dan tata cara mengkonsumsinya secara mandiri.

Tantangan pelayanan yang ramah disabilitas juga sangat dirasakan di dunia pendidikan. Pada sesi yang berjudul “Tantangan UGM dalam Memberikan Pelayanan yang Ramah Disabilitas” Wuri menekankan pentingnya pendidikan yang inklusif. Beberapa hambatan yang sering dirasakan oleh mahasiswa adalah belum adanya unit layanan disabilitas di tingkat universitas, barier fisik yang menghalangi akses mahasiswa, dan barier sosial seperti stigma dan stereotyping. Agar pendidikan inklusif dapat terwujud, pihak universitas perlu melakukan perubahan agar penyandang disabilitas bisa berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar (reasonable adjustment), memiliki kesadaran bahwa masing-masing jenis disabilitas memiliki suatu dampak dan memberi bantuan sesuai kebutuhan (anticipatory duty), mendorong penyandang disabilitas untuk terbuka dengan menjamin bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (disclosure and confidentiality), dan menerapkan good practice, yaitu dengan meminimalisir kesulitan yang dialami mahasiswa. Pola pikir bahwa penyandang disabilitas memiliki kapasitas yang sama dengan mahasiswa yang lain perlu dibangun.

Pada sesi ketiga, Sentagi memaparkan kerangka yang disampaikan dalam Buku Saku Lingkungan Sehat dan Difable Friendly untuk New Normal. Kini perguruan tinggi mengalami kegelisahan dalam menghadapi adaptasi kebiasaan baru. Parameter safety dan security menjadi aspek yang krusial dalam mewujudkan healthy building terutama terkait disabilitas. Aksesibilitas tidak hanya penting untuk memudahkan aktivitas sehari-hari, namun juga perlu diantisipasi pada saat terjadi kedaruratan. Proses untuk mencapai desain bangunan yang bisa aman dan sehat, termasuk aksesibel bagi penyandang disabilitas merupakan bentuk kolaborasi dari berbagai macam bidang.

Pada webinar yang dihadiri oleh lebih dari 250 peserta ini juga dilakukan soft launching buku Saku Lingkungan Sehat dan Difable Friendly untuk New Normal.  Buku dapat diakses pada tautan https://hpu.ugm.ac.id/2020/12/03/buku-saku-lingkungan-sehat-difabel-friendly-untuk-new-normal/ . Harapannya webinar ini dapat meningkatkan pemahaman terkait tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan pelayanan publik yang ramah disabilitas.