,

Seminar Rabuan “Aspek Kesehatan & Keselamatan Kerja bagi Penyandang Disabilitas di Lingkungan Kerja”

Menurut data, prevalensi penyandang disabilitas di Indonesia berkisar antara 10 hingga 15%, relatif sama dengan situasi global yaitu 15%. Selain itu, penyandang disabilitas memiliki tingkat pencapaian pendidikan, hasil kesehatan, dan akses ke layanan publik yang lebih rendah daripada orang normal. Survei Badan Pusat Statistik tahun 2008 menunjukkan bahwa penyandang disabilitas berisiko mengalami kemiskinan. Oleh karena itu, penyandang disabilitas perlu diberikan kesempatan untuk tetap bekerja, tentunya dengan fasilitas penunjang di lingkungan kerja. Tetapi, tidak bisa dipungkiri bahwa berbagai hal masih menjadi penghalang penyandang disabilitas untuk terus bekerja dan berkarya, salah satunya adalah terkait fasilitas keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Seminar rabuan yang diselenggarakan pada 10 Mei 2023 ukul 10:00 – 12:00 WIB via Zoom Meeting dan Youtube live streaming ini bertujuan untuk memberikan paparan mengenai aspek dan fasilitas K3 berkaitan dengan penyandang disabilitas, antara lain hak-hak penyandang disabilitas di lingkungan kerja, stigma dan persepsi mengenai lingkungan kerja dari perspektif penyandang disabilitas.

Pemaparan materi pertama disampaikan oleh dr. Astuti, M. KKK (Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lansia, KEMENKES RI). Beliau mengelaborasi mengenai hak-hak penyandang disabilitas di tempat kerja, meliputi memperoleh upah yang sama dengan non penyandang disabilitas dalam jenis pekerjaan dan tanggung jawab yang sama, tidak diberhentikan karena alasan disabilitas, memperoleh kesempatan jenjang karier serta segala hak normatif, dan itu hanyalah beberapa dari yang seharusnya mereka dapatkan. Hak – hak terkait pekerjaan bagi penyandang disabilitas dilindungi oleh Undang-Undangan terutama UU No.8 tahun 2016 dan penilaian kelayakan kerja dan/atau skema kembali bekerja dilakukan dengan memperhatikan aspek K3 dengan dilakukan penyesuaian dan adaptasi tertentu. Namun mahasiswa, alumni, civitas akademika, masyarakat umum dan penyandang disabilitas turut berperan dalam pengarusutamaan inklusif penyandang disabilitas di tempat kerja.

Pada sesi berikutnya, peserta mendapatkan kesempatan untuk mendengarkan pengalaman langsung dari Bapak Achmad Budi Santoso yang merupakan pekerja dengan disabilitas. Walaupun terhambat oleh keterbatasan fisik, beliau mampu meniti karir menjadi PNS. Beliau juga menyampaikan tantangan yang beliau hadapi sebagai seorang seorang penyandang disabilitas, seperti stigma sosial, akses informasi mengenai lowongan pekerjaan, lingkungan kerja yang kurang ramah disabilitas, dan biaya tambahan untuk alat bantu atau peralatan khusus. Pak Budi menekankan, sama halnya non-disabilitas, penyandang disabilitas memiliki potensi maupun keterbatasan, tapi mereka bisa beradaptasi. Mereka perlu dilibatkan dalam dunia pekerjaan, sehingga penyandang disabilitas dapat memberikan kontribusi bagi negara.

Aspek lain disampaikan oleh Bapak Lalu Wisnu dari LIDI Foundation, bahwa kunci Keselamatan dan Kesehatan Kerja bagi penyandang disabilitas adalah bagaimana jaminan kesehatan diaplikasikan di tempat kerja. Dalam UU No 8 Thn 2016, hak difabel diangkat dalam BAB III Pasal 5 dan 12 dimana segala hak kesehatan mutlak harus disiapkan oleh perusahaan, kantor instansi dan kalangan swasta yang mempekerjakan difabel. Dalam implementasinya, beberapa lembaga menerapkan atas dasar kesadaran sendiri setelah adanya sosialisasi dari pihak BPJS. Penyelenggara kerja mulai memberikan kartu BPJS tenaga kerja perorangan sebagai sarana pemenuhan hak difabel dalam kesehatan, namun lapangan pekerjaan untuk difabel masih terfokus di wilayah wilayah tertentu seperti kota besar. Sangatlah mungkin bahwa berbagai hal kesehatan yang seharusnya didapatkan oleh penyandangan disabilitas sangatlah terbatas di daerah sub-urban.

Berdasarkan diskusi yang dilakukan pada seminar rabuan kali ini, diketahui bahwa kerjasama lintas sektoral dan dukungan dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk mewujudkan inklusivitas bagi penyandang disabilitas dalam dunia kerja. Seluruh aktor perlu bergerak bersama-sama untuk mewujudkan satu visi yang sama, termasuk dukungan dari berbagai institusi dan peran dari para akademisi. Sekecil apapun dukungan yang diberikan akan sangat berarti dan berkontribusi positif bagi kehidupan para penyandang disabilitas yang lebih baik.

 

Simak seminar selengkapnya: