,

Peran Tokoh Komunitas dan Agama Jadi Kunci Penerimaan Vaksinasi: Studi Kasus Vaksin COVID-19 dan Rotavirus di Indonesia

Yogyakarta — Upaya meningkatkan cakupan vaksinasi di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran pemimpin agama dan tokoh komunitas. Hal ini menjadi pokok bahasan dalam Seminar Rabuan yang diselenggarakan oleh Departemen Perilaku Kesehatan, Lingkungan, dan Kedokteran Sosial FK-KMK UGM bekerja sama dengan Kanal Pengetahuan FKKMK UGM, pada Rabu, 4 Juni 2025. Seminar ini mengangkat tema “Peran Pemimpin Komunitas dan Agama dalam Penerimaan Vaksinasi di Indonesia: Pembelajaran dari COVID-19 dan Imunisasi Anak”, dan dihadiri oleh akademisi, peneliti, mahasiswa pascasarjana, serta praktisi kesehatan masyarakat dari berbagai daerah.

Seminar ini menampilkan dua narasumber yang memaparkan hasil studi kualitatif mereka. Presentasi pertama disampaikan oleh Adeline Tinessia, peneliti dari University of Sydney, dengan judul “I became a bridge”: A qualitative study of the role of community and religious leaders in the COVID-19 vaccine rollout in Indonesia. Studi ini menunjukkan bahwa tokoh agama dan masyarakat bertindak sebagai penghubung antara kebijakan pemerintah dan komunitas. Mereka menyampaikan informasi, meluruskan kesalahpahaman, memberikan ketenangan, serta turut membantu logistik pelaksanaan vaksinasi di tingkat lokal.

Presentasi kedua disampaikan oleh Dr. Retna Siwi Padmawati, dosen dan peneliti dari FK-KMK UGM, yang menyoroti peran pemuka agama dan tokoh komunitas dalam penerimaan vaksin rotavirus di Yogyakarta. Temuan dari studi ini mengungkap bahwa banyak pemimpin lokal belum mengetahui secara spesifik tentang vaksin rotavirus, namun menunjukkan sikap terbuka setelah mendapatkan informasi yang memadai. Salah satu isu utama yang mempengaruhi penerimaan adalah kekhawatiran terhadap kandungan babi dalam vaksin, sehingga sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjadi faktor yang sangat menentukan. Selain itu, aspek ekonomi juga menjadi hambatan, karena sebagian besar masyarakat tidak bersedia membayar jika vaksin tidak disubsidi pemerintah.

Vaksin rotavirus sendiri telah dimasukkan ke dalam Program Imunisasi Nasional secara bertahap, dan sejak Juli 2023 telah tersedia di seluruh provinsi. Namun, hingga Maret 2025, cakupan vaksinasi rotavirus nasional baru mencapai sekitar 5,4 persen, jauh dari target 16 persen. Studi ini merekomendasikan perlunya pelibatan tokoh agama dan komunitas sejak tahap awal kampanye imunisasi, penyediaan informasi yang akurat dan mudah dipahami, serta distribusi vaksin secara gratis sebagai bentuk dukungan kebijakan.

Seminar ini memperkuat pemahaman bahwa strategi kesehatan publik yang efektif perlu mempertimbangkan pendekatan sosial dan kultural. Pemimpin komunitas dan agama memiliki posisi strategis dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap vaksin, dan keterlibatan mereka secara aktif merupakan syarat penting dalam keberhasilan program imunisasi di Indonesia. Melalui kegiatan ini, Departemen Perilaku Kesehatan, Lingkungan, dan Kedokteran Sosial bersama Kanal Pengetahuan FK-KMK UGM mengajak semua pihak untuk terus mendorong kolaborasi lintas sektor dalam upaya promosi kesehatan berbasis komunitas.Sebagai catatan penting, topik yang diangkat dalam seminar ini turut mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya Goal 3: Good Health and Well-being, dengan menargetkan peningkatan cakupan imunisasi yang adil dan menyeluruh, serta Goal 17: Partnerships for the Goals, melalui penguatan kolaborasi antara akademisi, pemangku kepentingan, dan tokoh masyarakat demi sistem kesehatan yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan komunitas.

Penulis : Zilfani Fuadiyah Haq

Editor : Ari Prayogo Pribadi

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *